Ini Alasan PKS Menolak Penghapusan Pidana Hukuman Mati dari RUU KUHP

Ini Alasan PKS Menolak Penghapusan Pidana Hukuman Mati dari RUU KUHP

Nasir Djamil
canindonesia.com -Jakarta, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) DPR RI menolak wacana penghapusan pidana hukuman mati dalam penyusunan revisi RUU KUHP. Hal ini disampaikan Nasir Djamil, anggota Komisi III dari FPKS sebagai sebuah kemunduran.

"Upaya penghapusan ini merupakan sebuah kemunduran hukum," kata Nasir kepada canindonesia melalui saluran telepon, Selasa (22/3/2016).

Menurutnya beberapa pihak mengusulkan ketentuan pasal yang akan dihilangkan yaitu pada Pasal 102 RUU KUHP yang mengatur tata cara pelaksanaan pidana mati.

Pasal itu menyebutkan hukuman mati dapat ditunda dengan masa percobaan 10 tahun, jika selama masa percobaan menunjukkan sikap dan perbuatan terpuji, maka pidana mati diubah menjadi seumur hidup atau pidana paling lama 20 tahun.

Nasir Jamil menengarai bahwa adanya upaya merancukan hukuman karena pasal itu menjadi sangat subjektif dalam praktiknya nanti.

"Pasal 102 itu masih harus diperdalam dan diperdebatkan lagi. Alasannya, karena pasal itu merupakan perancuan hukum untuk secara tidak langsung menghapuskan hukuman mati," terang Nasir.

Polisiti asal Aceh itu juga kawatir terjadi kerancuan dalam tugas dan wewenang Presiden terkait pemberian ampunan kepada terpidana.

"Kedua, bercampuraduknya kewenangan Presiden memberikan grasi/pengampunan dan juga remisi. Padahal terpidana mati itu dapat dilaksanakan setelah permohonan grasi ditolak Presiden. Kalau kemudian jika grasi ditolak, namun diberikan masa percobaan dan hukuman diubah, tentu merendahkan wibawa Presiden yang menolak grasi tersebut," tambahnya.

"Ketiga memberikan peluang dan potensi abuse of power atau penyalahgunaan kewenangan bagi Kementerian terkait. Misal ada yang divonis mati, karena ingin diberikan masa percobaan dan diubah hukuman matinya menyuap pihak kementerian. Jadi ini berpotensi sangat luas untuk disalahgunakan," lanjutnya.
 Terkait kedudukan hukuman mati, Nasir yang juga dijagokan sebagai Balon Wakil Gubernur Aceh mendampingi Muzakir Manaf dari Partai Aceh ini sepakat jika hukuman mati adalah pidana yang diancamkan secara alternatif. Hukuman mati masih diakomodir dalam RUU KUHP dan dijadikan pidana yang bersifat khusus untuk pidana-pidana tertentu yang serius dan mengancam nyawa dan jiwa umat manusia, seperti pembunuhan berencana, narkotika, teroris, korupsi, genosida dan kejahatan kemanusiaan.

"Bagi saya ketentuan ini adalah jalan tengah bagi kelompok retensionis (pendukung hukuman mati) dan kelompok abolisionis (menolak dan menghapuskan hukuman mati). Bagi saya, ini bukanlah degradasi hukuman mati, namun memberikan penegasan bahwa memang hukuman mati adalah hukuman terakhir yang mengancam perikehidupan manusia," pungkasnya. (enha/rl)

Posting Komentar

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget