Mei 2017


canindonesia.com (profil) Memberikan manfaat bagi orang lain, itulah yang ingin dipersembahkan seorang perempuan bernama Rina Suryani Oktari, Putri Aceh yang akrab dipanggil Okta. Perempuan kelahiran 1983 ini menjadi koordinator Klaster Riset Disaster Education and Management, Tsunami & Disaster Mitigation Research Centre (TDMRC) Universitas Syiah Kuala. Sebuah lembaga mitigasi kebencanaan yang dibentuk pasca musibah Tsunami menerjang Aceh tahun 2004 silam.

Jabatan profesi ini menjadikan dirinya aktif bersosialisasi soal kebencanaan baik ditingkat lokal maupun di forum internasional.

Salah satu yang paling berkesan bagi Okta adalah saat dirinya ditunjuk sebagai Convenor pada acara International Climate Change di Roterdam Belanda tahun lalu.

“Saat itu saya bertindak sebagai convenor sejak bulan Maret 2015 sebagai reviewer Abstrak maupun proposal Special Session yang masuk. Di sana saya menyusun agenda atau jadwal program untuk tema Disaster Risk Reduction dan menjadi pembicara untuk sesi Disaster Prepardness dan memfasilitasi Round Table Discussion” kata Okta saat ditemui di sela aktivitasnya sebagai Dosen Universitas Syiah Kuala.

Istri dari dr. Maimonar ini juga menjadi juri untuk Young Scientist Best presentation award dalam even dimaksud. Total peserta yang hadir 1700 orang dari lebih dari 100 negara.
Pekerjaan yang sangat berat tentunya, karena abstrak dan proposal yang masuk juga banyak. Ada sekitar 900 abstrak dan 190 proposal yang masuk.
Menariknya, Okta adalah satu-satunya Convenor dari Indonesia dari total 50 convenor yang ada.

Perempuan energik ini menceritakan pengalamannya diundang menjadi reviewer di beberapa jurnal internasional bereputasi.
“Ada artikel atau paper yang authornya dari Harvard University yang Okta review untuk dinilai apakah accepted untuk mengikuti conference atau nggak, afiliasinya Harvard University, tapi tidak ditulis apakah mahasiswa atau malah professor “ katanya rendah hati.

Okta juga menyebutkan ada beberapa kegiatan yang sangat membuat dirinya berkesan, diantaranya lawatannya di Islamabad dan Kashmir pada tahun 2006 dalam acara Training disaster management; Kyoto Jepang tahun 2014, pada acara Pan Asia Risk Reduction (PAAR) Fellowship program; juga di Rotterdam tahun 2016 pada event Adaptation Futures.

Sebagai ibu dari lima orang anak, Okta ternyata masih mendapat beberapa amanah  lain, diantaranya, sebagai Kepala Bagian Family Medicine, fakuktas kedokteran Unsyiah, Kepala Laboratorium Disaster Education, TDMRC Unsyiah,
Anggota Pusat Pengembangan Pembelajaran, Lembaga Pengembangan Pendidikan dan Penjaminan Mutu (LP3M) Unsyiah.
Okta ditunjuk sebagai Fasilitator Nasional, Sekolah/ Madrasah Aman Bencana (SMAB), terlibat aktif di Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Pada saat yang sama menjabat sebagai Humas pada Rumah Amal Masjid Jami' Unsyiah. Tentu sangat melelahkan.


Bagi okta, kelelahannya ini terobati karena motivasi ingin memberikan manfaat bagi orang lain, khususnya kelompok yang rentan saat bencana terjadi, termasuk anak-anak, ibu-ibu, juga kaum difable. “itulah sebabnya, fokus riset yang saya lakukan selama ini lebih ke pendidikan kebencanaan. Bagaimana upaya untuk meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana, termasuk komunitas sekolah” 

Rina suryani oktari adalah salah satu SDM Aceh yang telah menarik perhatian dunia melalui aktivitas dan kepakarannya di bidang mitigasi bencana. 





















canindonesia.com - (Banda Aceh)Korban kasus pengeroyokan di kampus universitas Syiahkuala, Sibgatullah, mengaku dirinya merasa diintimidasi oleh beberapa pihak yang memintanya untuk berdamai dengan pelaku. Beberapa pihak mendatangi dan menelepon dirinya untuk berdamai dengan pelaku pengeroyokan. Namun Sibgatullah justru merasa aneh, desakan perdamaian bukan oleh pelaku, tapi dari unsur kampus Universitas Syiah Kuala. Dia mengatakan hingga kini tidak ada niat baik dari pelaku untuk datang meminta maaf atas kasus pengeroyokan yang menimbulkan korban dirinya dan dua mahasiswi di universitas terkemuka Aceh itu.
Pernyataan Sibhah ini disampaikan kepada media ini beberapa hari lalu.

Diceritakan sebelumnya, Sidang pleno dilakukan pada tanggal 30 april 2017 bertempat di aula Multy Purpose Room fakultas Pertanian Unsyiah. Awalnya sidang berjalan lancar, namun kemudian terjadi rusuh karena adanya dugaan peserta ilegal yang hadir yang berujung pada percekcokan, pemukulan dan pengeroyokan terhadap salah seorang anggota Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Sibghatullah Arrasyid. 

Setelah peristiwa itu terjadi, sidang deadlock, namun ada oknum mahasiswa yang secara arogan melanjutkan sidang meski tidak memenuhi kuorum. Peristiwa itu mengakibatkan 3 mahasiswa menjadi korban dan telah pula dilakukan visum. 

Hingga kini, beberapa pelaku telah ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik di polresta Banda Aceh.


canindonesia.comKejadiannya serasa baru saja berlalu, Rabu tengah tahun 1972 itu, kelas 4 SD Tringmeuduro - (pedalaman Aceh Selatan) - nyaris kosong yang datang hanya 6  dari 14 murid,  - berhari hari hujan tumpah ruah, air meluap dan teman teman saya diseberang sungai - tidak dapat menyeberang datang.

Ayah mengatakan tidak ada alasan untuk tidak ke sekolah, tidak perlu berpayung daun pisang - ke sekolah berpayung hitam (kemewahan kala itu), dan   karena keseharian  tidak memakai selop,  tiap kali ke sekolah yang mengharuskan berselop - adalah siksaan bagi telapak kaki.

Dari 6 orang guru hari itu hanya 2  yang datang,  Pak Adam (kepala sekolah), dan Ibu Syahminar.  Pak Adam memberi tugas berhitung di kelas 6, tugas mengarang di kelas 5, dan mengajar sejarah di kelas 4 kami.
Pak Adam mengambil atlas besar yg tergantung di dinding, menggantung pada papan tulis dan  berceritera sejarah benua Amerika, begitu hidup  -  seolah pernah ke Dakota, Iowa, dan DC. sungguh saya terkesima.

Bagi saya pada mulanya Pak Adam adalah sosok berselaput misteri dikarenakan cara dan logat bahasa yang tidak lazim bagi dialek Tringmeuduro,  - (belakangan saya tahu beliau berasal  dari Bireun, dari Aceh Utara,  datang menjadi guru SD di kampung kami  dan menikah dengan anak Toke Ganti).

Tringmeuduro 1972 adalah lembah pedalaman yang sejuk, sering dilingkup kabut pagi, suara gemuruh hewan rimba,  rerumputan tumbuh di jalanan  tanah, sawah subur dan sungai jernih bebatuan membiarkan ikan dan udang meliuk sepanjang kaki bukit.

Bila malam luruh, rumah akan diterangi "panyot",  lampu minyak tanah disangkut di dinding, - (lampu "strong king" hanya dimiliki 2 atau 3 rumah adalah kemewahan tiada tara).
Kalau berjalan malam banyak orang membawa "suwa" (daun kelapa yg dikeringkan  diikat bulat dan dibakar sambil dikibas kibas, utk menerangi gulita.

Datang dari tempat yang "jauh"  butuh 3 hari perjalanan darat kala itu, - Pak Adam (yang akrab dengan Ayah sesama guru) selalu necis, rambut tersisir rapi beraroma minyak Tancho.
Kalau mengajar sering berbaju putih terseterika rapi (karena dikanji dan diblau), bercelana rapi bersandal kulit, rasanya sangat sempurna (banyak kami ingin menjadi guru sepertinya).
Gaya bertutur yang lembut dan teduh membuat kami merasa terlindungi dan hormat hingga nyaris tidak berani menatap wajahnya.

Pada akhir pelajaran hari itu -  (yang hanya sekitar 50 menit) - , saya ingat ...sambil menatap kami Pak Adam mengatakan perjalanan hidup ini seperti impian, setiap kalian boleh - dan harus bermimpi setinggi  tingginya karena itulah pedoman perjalanan, tapi  impian itu tidak bisa diraih tanpa pendidikan, dan kelak pada masanya kita ingin maju seperti Amerika, tapi tetaplah Aceh seperti sediakala, - (ucapan yang kala itu terasa biasa biasa saja).

Kemarin saya berdiri beberapa meter persis di depan pintu White House -  simbol AS,  - serta.. menjadi presenter sebagai bagian dari salah satu konferensi tahunan bidang paru yang sangat prestisius saat ini :  American Thoracic Society International Conference - yang diselenggarakan di DC.

DC ibukota Amerika Serikat di musim panas 2017, kota yang aristrokat,  dalam ruangan museum di DC saya seperti mendengar kembali cerita  Pak Adam -  tentang  kearifan, kesetiaan pada kaum, kehormatan dan tragedi kemanusiaan kaum Indian.

Sungguh tidak tergapai dalam imajinasi kanak kanak kala itu - (saya ingat betul diluar kelas hujan deras mendera dan suara petir bergemuruh menerkam bumi) - pada akhir ceritera 45 tahun lalu ltu P. Adam mengatakan kita orang Aceh tidak boleh  bernasib  Indian, kita ingin maju seperti Amerika, tapi tetap menjadi Aceh seperti sedia kala.

Di musium  DC hari itu saya  terhenyak, 45 tahun yang tertinggal -  rasanya baru saja berlalu. . .
...old teacher never die, he just fade away...

(ditulis oleh DR. dr. Mulyadi Sp. P (K), mantan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala)


canindonesia.com - (BandaAceh) Ribuan warga Banda Aceh hari ini memadati lokasi tempat dimana hukum cambuk bagi pelaku homoseksual dilaksanakan. Warga masyarakat yang datang bukan hanya mau melihat prosesi hukuman cambuk, tapi juga mencari Har Toyo, tokoh homo yang sesumbar akan menemani dan menghadiri acara itu sebagi bentuk solidaritas atas ketidakadilan hukuman syariat.

Hilal , salah seorang warga yang khusus datang ke lokasi itu melalui akun facebooknya mempertanyakan dimana Hartoyo. “Hartoyo kemana sih? Tadi rame lho yang nyariin si Hartoyo. Apa juga katanya mau ke Aceh buat belain kaumnya sesama homo”.
Sementara itu komentar marah juga disampaikan beberapa pemilik akun lainnya.

Tampak beberapa pengunjung membawa poster berisi photo Hartoyo. Mereka mencari wajah yang mirip Hartoyo itu diantara pengunjung lokasi hukuman itu.  
Har toyo adalah aktivis pembela LGBT yang beberapa wktu lalu berpura-pura menjadi ustadz di salah satu stasiun swasta. Namun hingga eksekusi berakhir, Hartoyo tidak diketahui keberadaannya.

Hartoyo melalui LSM Ourvoice mengaku sudah berada di Aceh dan menjumpai terpidana untuk memberikan dukungan moral. Dalam akun facebooknya, hartoyo menulis “aku rencana pergi ke aceh, menemani 2 gay yang akan menghadapi hukuman cambuk. Aku gak boleh membiarkan mereka sendiri hadapi ini” tulis hartoyo.
Diketahui dulu Hartoyo pernah kuliah di salah satu perguruan tinggi di Aceh.

Hukuman cambuk dilaksanakan hari ini pukul 11 wib di halaman masjid Syuhada Lamgugob, kecamatan Syiah Kuala Banda Aceh. Dua pria gay dijatuhi hukuman cambuk oleh mahkamah Syariyah sebanyak 85 kali dipotong masa tahanan. Mereka  dieksekusi oleh lima orang algojo.
Pria berinisial MT (24) dan  MH (20) ditangkap  warga atas tuduhan  melakukan hubungan seks sesama jenis pada 28 Maret 2017 di kawasan Darussalam Banda Aceh. Perbuatan Homoseksual ini mendapat reaksi keras dari masyarakat yang marah.


canindonesia.com-Kasus penyerangan terhadap Penyidik senior KPK, Novel Baswedan semakin panjang dan  rumit. Hal ini disebabkan belum ada sinergisitas antara Polda Metro Jaya dengan lembaga anti Rasuah itu terkait pengembangan kasus penyerangan itu. Polda Metro Jaya meminta data kasus yang sedang ditangani oleh Novel Baswedan kepada KPK.

KPK melalui Juru bicara nya Febri Diansyah terkesan ragu dan bersikap untuk tidak memberikan data kepada kepolisian.
Febri Diansyah, mengatakan ada beberapa kasus yang sebenarnya sedang disidik Novel Baswedan. Tapi kami tidak bisa beri tahu ke publik maupun kepolisian,ujarnya.

Begitupun, Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan akan memberikan informasi kasus yang telah ditangani Novel. Namun, dia mengingatkan, data itu sekadar nama kasusnya. Tidak masuk ke dalam materi penyidikannya,kata dia. Agus berharap kepolisian dapat segera menuntaskan pengusutan kasus ini. Saya pikir, bayangannya sudah jelas.

Sebelumnya, Kepolisian Daerah Metro Jaya meminta kepada KPK agar menyerahkan daftar kasus yang sedang dan sudah disidik oleh Novel Baswedan. Daftar penyidikan tersebut diperlukan untuk mencari orang-orang yang diduga mempunyai motif menyerang Novel. Perlu dicurigai, karena punya potensi,kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Raden Prabowo Argo Yuwono, di gedung KPK, Jumat, 19 Mei 2017.

Selain mencari motif pelaku, Argo mengatakan penyidik perlu mencari segala kemungkinan di lapangan, termasuk informasi dari berbagai pihak, untuk menyelesaikan kasus teror terhadap Novel Baswedan ini. Kami serius menangani kasus ini,ujarnya. Argo dan tim dari Polda Metro Jaya kemarin bertemu dengan pemimpin KPK untuk memaparkan perkembangan pengusutan kasus serangan terhadap Novel. 

Seperti dilansir Tempo, Sejak awal banyak yang meyakini serangan terhadap Novel berkaitan dengan penyidikan KPK. Novel memang banyak mengusut kasus kelas kakap. Beberapa yang terbesar adalah korupsi proyek simulator surat izin mengemudi di Korps Lalu Lintas Polri; Wisma Atlet SEA Games, Palembang; dan yang terakhir kasus rasuah di proyek kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP).
Senada dengan Juru Bicara KPK, Direktur Pusat Studi Konstitusional Fakultas Hukum Universitas Andalas, Fery Amsari, mengingatkan agar KPK berhati-hati dalam memenuhi permintaan polisi tersebut. Jangan-jangan mencari kasus yang sedang diusut Novel dan berkaitan dengan kepolisian,ujarnya. Nanti malah disalahgunakan.” 

Saat ini Polri banyak mendapat sorotan rakyat atas beberapa kebijakan kontroversi terkait penegakan hukum dalam kasus Pilkada DKI dan beberapa kasus hukum lainnya. Ketidak percayaan publik ini setelah Kapolri dijabat Tito Karnavian.


canindonesia.com -Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brigadir Jenderal Polisi Hamli meminta kampus mewaspadai penyusupan paham radikal yang berujung pada aksi teror.

"Perlu juga ditingkatkan pengawasan di kampus, agar mahasiswa tidak disusupi paham radikal terorisme," kata Hamli kepada awak media usai menggelar dialog bertema 'Jaga Masjid Kita' di salah satu hotel di Kota Samarinda, Kalimantan Timur, Sabtu, 20 Mei 2017.

Penyusupan paling rentan, menurut Hamli, ialah melalui masjid. Termasuk masjid kampus. BNPT, kata Hamli telah berusaha mensosialisasikan kewaspadaan ini agar penyusup mudah untuk dikenali.
Pihaknya, kata Hamli telah mengundang Takmir Masjid untuk membahas masalah ini.


Hamli menuduh Masjid bertanggung jawab atas kematian balita saat terjadi Bom gereja  Oikumene, Samarinda pada 11 November 2016.
Namun diketahui Kasus ini sarat keanehan, adanya pelaku yang jkhusus memakai kaos bertuliskan Jihad seolah ingin menggiring opini bahwa ini adalah perang Islam untuk non muslim di Indonesia.  

Hamli berkilah bahwa kegiatan memantau masjid kampus tidak akan mengganggu ibadah dan kebebasan akademik di kalangan mahasiswa. (tempo/Can)

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget