Antrian Meugang Di Aceh, Ini Kata Pengamat


canindonesia.com -(Banda Aceh) Dalam tradisi Masyarakat Aceh, Meugang adalah serangkaian aktivitas membeli, menyembelih, memasak, makan bersama dan membagikan daging hewan sapi, kerbau ataupun kambing kepada handai tolan dan fakir miskin.


Sebagian masyarakat di Aceh akan berbondong-bondong mendatangi pemimpinnya untuk mendapatkan bekal maupun daging meugang.

Hendra Koesmara, kandidat doktor Ilmu Peternakan Universitas Gadjah Mada, menyatakan bahwa tradisi Meugang ini dapat dipisahkan dalam dua aspek. Pertama, Meugang adalah tradisi menghidupkan syiar Islam melalui aktivitas kegotong royongan yang mengakar. Semangat berkumpul dan saling berbagi menjadi salah satu perekat bagi rakyat aceh yang sebagiannya berdiaspora di seluruh dunia.

Kehadiran Meugang menjadi sesuatu yang dinantikan setiap tahun. Masyarakat Aceh dimanapun mereka berada akan selalu merindukan kampung halamannya untuk sekedar bisa berkumpul dan berbagi di setiap kali hari Meugang.
Namun mahalnya daging, menurut hendra adalah salah satu masalah yang selalu menganggu kehidupan sosial keagamaan masyarakat.

“Saat ini ada ketimpangan dan kelesuan ekonomi yang demikian mengkhawatirkan. ‘Gini Ratio’ (rasio kesenjangan ekonomi) yang lebar. Masyarakat tidak mampu menjangkau harga daging yang, meskipun dilakukan operasi pasar, namun tetap terasa lebih mahal setiap tahunnya" kata Hendra mengingatkan.

Hendra menceritakan sejarah Meugang pada masa kejayaan kerajaan Aceh masa Sultan Iskandar Muda.  Dimana pemimpin Aceh ini mampu menggembirakan rakyatnya melalui pembagian daging meugang secara gratis, baik dari golongan kaya maupun miskin. Bahkan Sultan mengundang mereka untuk makan bersama menikmati hidangan. 
 
"Mendata mereka dan membagikan kebutuhan Meugang rakyat Aceh, itulah yang dilakukan Sultan melalui pemimpin gampong di masa itu. Ini patut dijadikan cermin bagi pemerintah dalam mensejahterakan rakyatnya” 

Aspek kedua, kata Hendra, masyarakat yang terlanjur menyimpan lekat sejarah kegemilangan itu menaruh harapan kepada pemimpinnya dalam hal kebutuhan daging meugang. Mereka merasa pemimpinnya, baik itu gubernur, bupati walikota, maupun pemimpin teritorial lainnya adalah tempat bergantung harapan.

“Hingga kini kita bisa menyaksikan , perpaduan dua aspek itu dalam konteks yang positif dan mungkin saja ada yang menjadi catatan tersendiri’. kata Hendra melanjutkan. Namun Hendra tidak menjelaskan apakah aspek kedua ini yang menyebabkan antrian panjang di kediaman gubernur dan bupati di Aceh.

“Itulah sebabnya, kepala daerah, kepala dinas atau kepala instansi lainnya tidak perlu trauma terhadap adanya ekspektasi besar masyarakat yang datang kepada mereka untuk kebutuhan daging meugang. Tugas pemimpin adalah mencapai kesejahteraan masyarakat dan memberikan khabar gembira kepada mereka” lanjut Hendra tersenyum.

Hendra Koesmara, putara Aceh yang saat ini konsentrasi di bidang peternakan saat ini sedang menyelesaikan program Doktoralnya di Universitas terbaik Indoneia itu.
   

Posting Komentar

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget