DR Husnan: Aceh Butuh Pemimpin Yang Mampu Kawal Perdamaian

DR Husnan mengatakan bahwa Aceh membutuhkan pemimpin yang mampu mengawal perdamaian yang masih rawan konflik.

DR Husnan mengatakan bahwa Aceh membutuhkan pemimpin yang mampu mengawal perdamaian yang masih rawan konflik.
Dr. Husnan Harun, ST, MP 

canindonesia.com Banda Aceh - Aceh membutuhkan pemimpin yang mampu mengawal perdamaian yang masih rawan konflik. Ini disebabkan karena capaian dan implementasi MOU Helsinky 2005 oleh sebagian mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka  (GAM) dan rakyat sipil korban konflik masih jauh dari harapan. Pernyataan tersebut disampaikan Dr. Husnan Harun, ST, MP saat menjadi Keynote Speaker pada Seminar Sehari tentang Peran Politik Sumberdaya Alam dan Kebijakan Agraria dalam Menjamin Keberlanjutan Perdamaian Aceh. Seminar ini diselenggarakan di gedung Andi Hakim Nasution, Institut Pertanian Bogor (IPB) Bogor pada Selasa (31/5).

"Ada beberapa kesepakatan antara pemerintah Republik Indonesia dan GAM yang belum berjalan optimal, diantaranya adalah kewenangan Aceh dalam melaksanakan pemerintahan dalam semua sektor publik. Yang diselenggarakan bersamaan dengan administrasi sipil dan peradilan. Kecuali dalam bidang hubungan luar negeri, pertahanan  luar, keamanan nasional, hal ikhwal moneter dan fiskal, kekuasaan kehakiman dan kebebasan beragama. Dimana semua kebijakan tersebut merupakan kewenangan pemerintah Republik Indonesia sesuai konstitusi. Perbatasan Aceh yang seharusnya merujuk pada perbatasan 1 juli1956. Juga janji pemerintah RI yang akan mengalokasikan tanah pertanian dan dana yang memadai kepada pemerintah Aceh dengan tujuan untuk memperlancar reintegrasi mantan pasukan GAM ke dalam masyarakat dan kompensasi bagi tahanan politik dan kalangan sipil yang terkana dampak," ujar Husnan.

"Pemerintah Aceh akan memanfaatkan tanah dan dana tersebut untuk semua mantan Gerakan Aceh Merdeka, semua tahanan politik, dan semua rakyat sipil yang dapat menunjukkan kerugian yang jelas akibat konflik. Dana dan lahan tersebut akan dijadikan sebagai lahan pertanian yang pantas, pekerjaan atau jaminan sosial yang layak dari pemerintah Aceh apabila mereka tidak mampu bekerja," lanjut Husnan dalam paparannya di hadapan peserta seminar.

Di tempat terpisah, saat dihubungi wartawan Can Indonesia, Husnan menyatakan khawatirkan akan beberapa isi perjanjian yang menjadi bumerang bahkan berpotensi merusak perdamaian. Itu sebabnya, menurutnya, pemimpin yang dibutuhkan Aceh adalah sosok yang mampu mengawal perdamaian.

Menurut Husnan, partai Aceh sebagai Partai terbesar di Aceh mau tidak mau harus memainkan peran penting dalam proses pengawalan perdamaian.

"Keterlibatan aktif Muzakir Manaf dianggap menjadi pemain kunci disebabkan posisinya sebagai pimpinan partai terbesar di Aceh itu. Partai Aceh adalah partai lokal yang kader dan pendukungnya pernah terlibat dalam konflik Aceh." kata Husnan menutup pembicaraan.

Posting Komentar

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget