Kisah Wafatnya Amin Rais Yang Mengharukan


canindonesia.com - (kisah) Setelah belasan tahun menderita sakit , Amin Rais, pemuda penderita kanker stadium akhir ini menghembuskan nafas terakhinya di RSUZA.

Ratna Eliza, Voluntir untuk C Four, sebuah lembaga kemanusiaan bagi penderita kanker di Aceh, menceritakan kisahnya kepada CAN Indonesia.

Amin yang awalnya seorang bayi mungil yang lucu menjalani hidup sangat memprihatinkan. Kedua orang tuanya tidak lagi bisa hidup bersama oleh alasan yang sangat memiriskan hati: kemiskinan.  

Amin rais dititipkan di rumah kakeknya di tanah Gayo. Sejak saat itu ia tidak pernah bertemu lagi dengan ibunya. Ayahnya juga jarang berkunjung.

Sejak kecil kakinya mulai ada kelainan, biru dan lembam. Sang kakek membawanya ke ‘orang pintar’, namun tidak kunjung sembuh. Hingga akhirnya saat usianya mencapai 15 tahun ia divonis terkena kanker tulang. Kakinya diamputasi agar penyakitnya tidak menyebar kemana-mana.
Sejak itu hari-harinya mulai  sepi. Ia tidak lagi ceria sebagaimana anak-anak seusianya. Hari-hari dilewatinya dengan kerinduan yang mendalam.

Pada tanggal 20 Oktober 2016, Amin diantar oleh kakeknya, ditampung oleh lembaga C Four dan diinapkan di rumah singgah milik lembaga itu untuk perawatan lebih intensif di Banda Aceh.

Saat amin tiba di rumah singgah, kami latih ia berjalan dengan kruk. Kami minta ke Kick Andy sebuah kaki palsu. Kami lakukan terapi di air dan berenang dengan fun therapy. Ternyata saat dikirim ke medan untuk lakukan radioterapi, ternyata sudah tidak berpengaruh. Dokter sudah menyerah
Sakit amin semakin parah, kankernya mulai menyebar ke mata, paru dan kepala.

Selama tinggal di rumah singgah bersama C Four, Amin banyak bercerita, dan juga menulis beberapa curahan hati dan surat-surat pribadinya yang ia simpan sendiri.

“Saya menemukan surat-surat itu. Amin menulis dengan bahasa satra yang baik. Ia menyimpan catatan itu dengan rapi” kata Ratna menerawang.

Amin berjanji bahwa jika ia sembuh ia akan pulang, bersekolah dan membahagiakan kakeknya.
Ayah dan ibu Amin sudah berpisah belasan tahun lalu. 
Air matanya sering keluar merindukan ibunya. Ia sering kali mengungkapkan kerinduannya itu kepada Ratna dan teman-temannya.

Amin mengalami drop karena masalah psikis. Dia memikirkan tidak ada yang sayang kepada dirinya. Pernah saat kami merayakan ulang tahun temannya, dia menangis sambil merangkak ke kamar. Saya bertanya kenapa, ia bilang bahwa ia rindu ayah dan ibunya

Sampai suatu saat saya mendampingi Amin ke Medan untuk proses radioterapi, saya mengusahakan agar Amin bisa bertemu ibunya. Saya memohon agar ibunya mau menjumpai Amin. Ibunyapun datang. Sayangnya hanya dikunjungi dua kali dalam masa-masa kritis itu. Ibunya berulang kali menolak menjumpai Amin.
padahal Amin masih belum habis menumpahkan kerinduannya  kepada sang ibu yang melahirkannya.

Hingga akhirnya, Amin Rais wafat pada tanggal 6 Juni 2017 dalam suasana yang mengharukan. Air matanya masih mengalir meski sudah menghembuskan nafas terakhir satu jam sebelumnya. Amin wafat didampingi oleh pamannya, Ratna dan teman-teman sesama penderita kanker.

Tubuhnya terbujur di ruang rawat Jeumpa 4 RSUZA Banda Aceh. Selepas magrib yang hening itu, jenazah Amin langsung dibawa dengan ambulan ke kampung halamannya di tanah Gayo.

Posting Komentar

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget