Nasir Djamil |
Nasir mengatakan, kasus tewasnya Siyono mengingatkannya pada kejadian penyiksaan yang dialami lima orang korban salah tangkap di Poso pada 2013 lalu.
"Densus kerap kali melakukan tindakan penyiksaan sejak tahap penangkapan, padahal pelaku yang ditangkap belum tentu menjadi tersangka dan bahkan sering terjadi salah tangkap," ungkap Nasir.
Selain itu Nasir menilai perlakuan yang terindikasi penyiksaan itu kerap dilakukan Densus pada saat penangkapan.
"Tindakan penangkapan yang dilakukan dengan menutup mata terduga pelaku teroris dan memukul bagian tubuh dan kepala dengan senjata merupakan tindakan penyiksaan dan sulit diproses secara hukum karena korban tidak tahu siapa yang menyiksa mereka," tambahnya.
Terkait hal tersebut, politisi asal Aceh itu mengatakan pihaknya tak segan-segan untuk mempertegas ketentuan penangkapan dalam revisi UU terorisme yang akan dibahas dalam waktu dekat.
"Sebagai anggota pansus perubahan UU tentang pemberantasan terorisme, saya akan mempertegas pengaturan prosedur penangkapan dan bahkan bisa mengurangi kewenangan Densus dalam penangkapan jika pendekatan penyiksaan yang dilakukan Densus dalam melakukan penangkapan terduga teroris selama ini," ujar Nasir.
Selanjutnya Nasir mengatakan, ketentuan kewenangan penangkapan dalam Pasal 28 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 akan menjadi fokus perhatiannya dalam melakukan perubahan UU tersebut.
"Kami akan meminta klarifikasi Kapolri dan mempelajari SOP penangkapan Densus, jika ditemukan ada celah Densus melakukan tindakan sewenang-wenang bahkan penyiksaan, maka ketentuan penangkapan mutlak dibatasi dan harus dipertegas dalam rancangan Undang-Undang," tegasnya.
Untuk itu Nasir meminta Komnas HAM, Kapolri dan jajarannya agar segera mengusut kejadian tewasnya Siyono.
"Saya khawatir pelaku sulit terungkap karena penyiksaan dilakukan oleh internal Polri dan kemungkinan sulit mencari saksi diluar Polri yang melihat kejadian tersebut, sehingga dibutuhkan ketegasan Kapolri untuk mengungkap petugas Densus yang bertugas saat penangkapan Siyono dan diberi sanksi berat," pungkasnya. (enha/rl)
Posting Komentar